Senin, 08 Februari 2010

MANAJEMEN TAWAZUN DALAM BERIBADAH BAGI SEORANG MUSLIM

Cita-cita dan idaman setiap muslim yang komitmen terhadap Islam adalah mampu melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya, berzikir secara terus-menerus, mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai jenis ibadah jasmaniyah agar memperoleh kebahagiaan, keberuntungan, dan derajat tinggi di akhirat.

Faktor yang membuatnya termotivasi dan terpacu untuk melakukan ibadah itu adalah pengetahuannya tentang sejarah dan kuantitas serta kualitas ibadah para salafus shalih.

Jika seorang muslim mendengar dan membaca kisah-kisah teladan para salafus shalih, niscaya akan tersentuh hatinya untuk meniru mereka dalam beribadah. Namun, kini realitas sehari-hari bertentangan dengan niat untuk beribadah, karena kita begitu sibuk dengan pekerjaan dari pagi hingga sore hari, bahkan tak jarang sampai malam hari. Itupun dilakukan untuk satu jenis pekerjaan saja. Bagaimana jika seseorang bekerja dua kali dalam sehari.

Pertanyaan yang muncul, apa yang bisa kita perbuat jika kesibukan seperti di atas? Bisakah kita menyamai derajat para salafus shalih?


Sisi-sisi Keseimbangan Dalam Beribadah


Apa yang bisa kita lakukan untuk dapat menyeimbangkan antara pelaksanaan ibadah yang bersifat pribadi dan ibadah lain yang sama nilai tuntutan pelaksanannya seperti berdakwah, studi, mengajarkan ilmu, bersilaturrahmi, dll?

Saya mencoba untuk memberikan beberapa alternatif yang Insya Allah dapat membantu jawaban atas pertanyaan di atas.

1. Memprioritaskan pelaksanaan ibadah fardhu

Bagi setiap muslim, wajib hukumnya menunaikan ibadah fardhunya secara maksimal dan sempurna. Tidak boleh baginya meninggalkan ibadah fardhu, kecuali jika ada udzur syar'i. Kemudian, ia hendaknya menambah ibadah-ibadah tesebut dengan ibadah sunah sesuai dengan peluang dan kemampuan yang ia miliki.

2. Menunaikan ibadah sunah merupakan kewajiban bagi pencari derajat tinggi

Bagi seorang muslim yang mencari derajat tinggi haruslah melaksanakan ibadah sunah sesuai dengan tingkat kemampuannya. karena, banyak alasan seperti berdakwah, menuntut ikmu, dan lainnya bisa dikemukakan sehingga ia tidak punya kesempatan untuk melaksanakan ibadah sunah. Fudhail bin bin Iyadh ra pernah berkata,"Jika engkau tidak mampu melakukan qiyamullail dan puasa sunah, maka ketahuilah dirimu diharamkan darinya, disebabkan karena dosa-dosa yang menempel pada dirimu."

3. Keinginan yang kuat

Keinginan yang kuat adalah persyaratan utama bagi seorang muslim agar mampu melaksanakan ibadah sunah. Sebuah contoh tentang hal ini ditubjukan oleh sosok Abu Muslim Al-Khaulany, seorang pemimpin para tabi'in. Jika ia mulai merasa malas,enggan dan lemah dalam menunaikan ibadah, ia memukuli dan mencambuki dirinya sekali atau dua kali.

Sifat malas, lemah, dan mencari-cari alasan akan menjauhkan kita dari Allah dalam melaksanakan ibadah sunah.

4. Tidak pilih-pilih dalam beribadah

Dalam melaksanakan ibadah sunah, hendaknya kita tidak terbatas pada ibadah yang besifat badaniyah dan pribadi. Namun, hendaklah kita melengkapinya dengan jenis ibadah yang bermanfaat bagi umum, seperti berdakwah, beramar ma'ruf nahi munkar, bersilaturahmi, mengajarkan ilmu, dan lain-lain. Hal tersebut penting, sebab bisa bermanfaat secara luasdi masyarakat, sementara ibadah badaniyah terbatas pada individunya. (Muh. Tahir)

1 komentar:

  1. Hal yang menjadi terpenting bagi blog saya ini adalah komentar yang bersifat membangun...

    BalasHapus