Kamis, 29 Juli 2010

Pembentukan Hujan

Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..

Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.

Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,

"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)

Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.

TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."

Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut "perangkap air".

TAHAP KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."

Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.

TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."

Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.

Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.

Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:

"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)

Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:

TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.

TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.

TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)

Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.


Selasa, 09 Februari 2010

AL-QUR'AN DAN FISIKA

1. Rahasia Besi

Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:

"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)

Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.

Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.

Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.

Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan.



2. Relativitas Waktu
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.

Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:

"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)

"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)

"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)

Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:

"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)

Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.



3. Penciptaan yang Berpasang-Pasangan
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al Qur'an, 36:36)

Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

"…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."



Sumber : http://www.keajaibanalquran.com

Senin, 08 Februari 2010

SEBERAPA BESAR TEROMPET YANG AKAN DITIUP MALAIKAT ISRAFIL?

Oleh: Ali Said

Setelah penulis ajak pembaca berjalan-berjalan di ruang angkasa dari satu planet ke planet yang lain dan dari satu benda angkasa ke benda angkasa yang lain dan juga telah ditunjukkan betapa besarnya alam semesta ciptaan Allah ini (Baca artikel “Allah Maha Besar … “ di web ini), selanjutnya penulis ajak untuk merenungkan seberapa besar terompet yang akan ditiup oleh Malaikat Israfil. Sebelum mengkaji seberapa besar terompet yang akan ditiup Malaikat Israfil, terlebih dahulu marilah kita bahas apa makna terompet yang disebutkan pada beberapa ayat Al Qur’an? Dalam sejarah manusia khususnya jaman kerajaan, terompet sering digunakan sebagai alat untuk pengumuman tentang sesuatu hal dari Sang Raja atau juga untuk memberikan tanda bahwa para pengawal kerajaan untuk berkumpul. Demikian juga Kerajaan Allah yang meliputi seluruh alam semesta dan ciptaannya. Ketika Hari Akhir saatnya tiba, maka terompet akan ditiup oleh Malaikat Israfil untuk pertama kalinya. Kemudian ketika Allah akan mengumpulkan dan menghidupkan kembali seluruh manusia untuk menghadapi pengadilan Allah, terompet juga ditiup untuk kedua kalinya.

Para ilmuan tidak ada habis-habisnya meneliti dan memikirkan keberadaan alam semesta ini, dari mengamati bumi beserta isinya termasuk diri manusia itu sendiri, sampai benda-benda di luar angkasa bahkan sampai memprediksi bentuk alam semesta ciptaan Allah ini. Gambar-gambar yang dapat dilihat pada www.rense.com/general72/size.htm hanyalah merupakan bagian kecil dari benda-benda yang ada di alam semesta ini yang berhasil diamati manusia. Semua benda-benda tersebut tentunya berada dalam suatu ruang yang disebut alam semesta yang diasumsikan oleh para ilmuan ada batasnya. Berkaitan dengan hal ini, para ilmuan mencoba memprediksi bentuk alam semesta melalui pengamatan atau data-data yang dikumpulkan dengan peralatan canggih yang ada.

Pada awalnya para ilmuan memprediksi bahwa bentuk alam semesta ini adalah datar atau “flat”. Kemudian ilmuan dari Inggris memprediksi lagi bahwa bentuk alam semesta adalah seperti bola sepak. Prediksi bentuk alam semesta seperti bola sepak sebenarnya sebuah perkiraan yang bagus sebagai bagian dari teori alam semesta yang terbatas (finite universe theory). Akan tetapi berdasarkan data-data terbaru khususnya tentang “background radiation” yang dikumpulkan para ilmuan tidak mendukung prediksi tersebut teori tersebut. Dengan data-data terbaru yang dikumpulkan oleh sebuah alat milik NASA bernama “Wilkinson Microwave Anisotropy Prob (WMAP)” Profesor Frank Steiner dari Universitas Ulm, Jerman, yang memimpin sekelompok ilmuan mengajukan bentuk alam semesta yang sungguh mengejutkan. Profesor Steiner dan kelompoknya mengklaim bahwa alam semesta berbentuk seperti terompet. Bentuk ini cocok dengan hasil observasi (data yang dikumpulkan). Pada ujung depan terompet merupakan bagian alam semesta yang dapat diobservasi manusia (observable) dan semakin ke ujung belakang dari terompet tersebut adalah bagian alam semesta yang tidak bisa diamati (unobservable). (Lihat Gambar). Sekarang marilah kita tengok salah satu ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang terompet, misalnya QS An-Naml ayat 87: “Dan pada hari (ketika) TEROMPET ditiup, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri” (QS 27:87).

Apa yang bisa kita tafsirkan dari ayat tersebut? Jika hasil temuan para ilmuan tersebut kita gunakan sebagai dasar untuk menafsirkan ayat tersebut, maka yang dimaksud terompet adalah alam semesta ini yang bentuknya menyerupai terompet. Jadi ketika terompet (baca alam semesta dan seluruh isinya) ditiup oleh Malaikat Israfil untuk pertama kalinya maka saat itulah “timing” dari berakhirnya kehidupan manusia dan hancurnya alam yang fana ini atau yang disebut sebagai Hari Akhir. Dalam beberapa ayat lain, terompet ini akan ditiup untuk yang kedua kalinya yang menandai dibangkitkannya manusia dari kematian untuk menghadapi pengadilan Allah, dan inilah yang dinamakan sebagai Hari Kiamat (Hari Kebangkitan). Sebagai catatan, sebenarnya menurut Al Qur’an ada urutan kejadian berkenaan dengan hari akhir yang diawali dengan hancurnya alam semesta dan berakhirnya kehidupan dunia ini (dalam Al Qur’an salah satunya merujuk pada kata “as-saa’ah” atau Waktu dimulainya kehidupan akhirat yang ditandai dengan ditiupnya terompet untuk yang pertama kalinya) yang diikuti dengan dibangkitkannya dan dikumpulkannya manusia dari kematian (dalam Al Qur’an dikatakan dengan istilah “al-qiyaamah” atau hari Kiamat yang ditandai dengan ditiupnya terompet untuk yang kedua kalinya) untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya selama di dunia (salah satu istilah yang dipakai di Al Qur’an “yaumul fashl” atau hari penentuan). Wallaahu a’lam bish shawab.

KEAJAIBAN MATEMATIS AL-QUR'AN


Oleh: Ali Said

Keajaiban Al Quran dilihat dari sisi kandungannya telah banyak ditulis dan diketahui, tetapi keajaiban dilihat dari bagaimana Al Quran ditulis/disusun mungkin belum banyak yang mengetahui. Orang-orang non-muslim khususnya kaum orientalis barat sering menuduh bahwa Al Qur’an adalah buatan Muhammad. Padahal kalau kita baca Al Qur’an ada ayat yang menyatakan tantangan kepada orang-orang kafir khususnya untuk membuat buku/kitab seperti Al Quran dimana hal ini tidak mungkin akan dapat dilakukannya meskipun jin dan manusia bersatu padu membuatnya. Tulisan singkat ini bertujuan untuk menyajikan beberapa keajaiban Al Qur’an dilihat dari segi bagaimana Al Qur’an ditulis, dan sekaligus secara tidak langsung juga untuk menyangkal tuduhan tersebut, dimana Muhammad sebagai manusia biasa tidak mungkin dapat melakukan atau menciptakan sebuah Al Qur’an. Pandangan sains secara konvensional menempatkan matematika sebagai suatu yang prinsipil dari sebuah cabang pengetahuan dimana alasan dikedepankan, emosi tidak dilibatkan, kepastian menjadi hal yang ingin diketahui, dan kebenaran hari ini merupakan kebenaran untuk selamanya. Dalam masalah agama, ilmuan memandang bahwa semua agama sama, karena semua agama sama-sama tidak mampu memverifikasi atau menjustifikasi kebenaran melalui pembuktian yang dapat diterima oleh logika. Jadi suatu hal dikatakan valid jika ada bukti nyata, dan pembuktian ini merupakan sebuah prosedur yang dibentuk untuk membuktikan suatu realitas yang tak terlihat melalui sebuah proses deduksi dan konklusi yang hasil akhirnya dapat diterima oleh semua pihak. Dengan dasar tersebut, tulisan ini mencoba untuk membawa pembaca pada suatu kesimpulan bahwa Al Qur’an yang ditulis menurut aturan matematika, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an adalah benar-benar firman Allah dan bukan buatan Nabi Muhammad. Kiranya patut juga direnungi apa yang dikatakan oleh Galileo (1564-1642 AD) bahwa . “Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menuliskan alam semesta ini)” ada benarnya. Kebenaran bahasa matematika tersebut akan dibahas sekilas sebagai tambahan dari tema utama tulisan ini.

Angka-angka Menakjubkan dari Beberapa Kata dalam Al Qur’an

Kalau kita buka Al Quran dan kita perhatikan beberapa kata dalam Al Quran dan menghitung berapa kali kata tersebut disebutkan dalam Al Quran, kita akan peroleh suatu hal yang sangat menakjubkan. Mungkin kita betanya, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencari dan menghitungnya. Dengan kemajuan teknologi khususnya komputer, hal tersebut tidak menjadi masalah. Tabel 1 menyajikan frekuensi penyebutan beberapa kata penting dalam Al Qur’an yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan tabel tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik. Misalnya pada kata “dunya” dan “akhirat” yang disebutkan dalam Al Qur’an dengan frekuensi sama, kita dapat menafsirkan bahwa Allah menyuruh umat manusia untuk memperhatikan baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat secara seimbang. Artinya kehidupan dunia dan akhirat sama-sama penting bagi orang Islam. Selanjutnya pada penyebutan kata “malaaikat” dan “syayaathiin” juga disebutkan secara seimbang. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kebaikan yang direfleksikan oleh kata “malaaikah” akan selalu diimbangi oleh adanya kejahatan yang direfleksikan oleh kata “syayaathiin”. Hal lain juga dapat kita kaji pada beberapa pasangan kata yang lain.

Tabel 1. Jumlah Penyebutan beberapa Kata Penting dalam Al Quran

tabel11.jpg

Sumber: From the Numeric Miracles In the Holy Qur’an by Suwaidan, http://www.islamicity.org

Beberapa kata lain yang menarik dari tabel tersebut adalah kata “syahr (bulan)” yang disebutkan sebanyak 12 kali yang menunjukkan bahwa jumlah bulan dalam setahun adalah 12, dan kata “yaum (hari)” yang disebutkan sebanyak 365 kali yang menunjukkan jumlah hari dalam setahun adalah 365 hari. Selanjutnya Kata “lautan (perairan)” disebutkan sebanyak 32 kali, dan kata “daratan” disebut dalam Al Quran sebanyak 13 kali. Jika kedua bilangan tersebut kita tambahkan kita dapatkan angka 45.

Sekarang kita lakukan perhitungan berikut:

· Dengan mencari persentase jumlah kata “bahr (lautan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(32/45)x100% = 71.11111111111%

· Dengan mencari persentase jumlah kata “barr (daratan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(13/45)x100% = 28.88888888889%

Kita akan mendapatkan bahwa Allah SWT dalam Al Quran 14 abad yang lalu menyatakan bahwa persentase air di bumi adalah 71.11111111111%, dan persentase daratan adalah 28.88888888889%, dan ini adalah rasio yang riil dari air dan daratan di bumi ini.

Al Qur’an Didisain Berdasarkan Bilangan 19

Dalam kaitannya dengan pertanyaan yang bersifat matematis yang hanya memiliki satu jawaban pasti, maka jika ada beberapa ahli matematika, yang menjawab di waktu dan tempat yang berbeda dan dengan menggunakan metode yang berbeda, maka tentunya akan memperoleh jawaban yang sama. Dengan kata lain, pembuktian secara matematis tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Perlu diketahui bahwa dari seluruh kitab suci yang ada di dunia ini, Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang seluruhnya ditulis dalam bahasa aslinya. Berkaitan dengan pembuktian, kebenaran Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang sering dikatakan oleh orang barat sebagai ciptaan Muhammad, dapat dibuktikan secara matematis bahwa Al Qur’an tidak mungkin diciptakan oleh Muhammad. Adalah seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim, Dr. Rashad Khalifa yang pertama kali menemukan sistem matematika pada desain Al Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari Al Quran pada 1968, dan memasukkan Al Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an. Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam Al Qur’an (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan hanya dengan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”. Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks Al Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut. Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Aphabets” pada Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393. Pada buku tersebut hanya melaporkan bahwa inisial-inisial yang ada pada beberapa surat pada Al Qur’an memiliki jumlah huruf terbanyak (proporsi tertinggi) pada masing-masing suratnya, dibandingkan huruf-huruf lain. Misalnya, Surat “Qaaf” (S No. 50) yang dimulai dengan inisial “Qaaf” mengandung huruf “Qaaf” dengan jumlah terbanyak. Surat “Shaad” (QS No. 38) yang memiliki inisial “Shaad”, mengandung huruf “Shaad” dengan proporsi terbesar. Fenomena ini benar untuk semua surat yang berinisial, kecuali Surat Yaa Siin (No. 36), yang menunjukkan kebalikannya yaitu huruf “Yaa” dan “Siin” memiliki proporsi terendah. Berdasarkan temuan tersebut, pada awalnya dia hanya berfikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai inisial pada Al Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya huruf-huruf yang ada pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi secara umum (common denominator). Akhirnya, pada Januari 1974 (bertepatan dengan Zul-Hijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19 sebagai bilangan pembagi secara umum dalam insial-inisial tersebut dan seluruh penulisan dalam Al Qur’an, sekaligus sebagai kode rahasia Al Qur’an. Temuan ini sungguh menakjubkan karena seluruh teks dalam Al Qur’an tersusun secara matematis dengan begitu canggihnya yang didasarkan pada bilangan 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi secara umum. Sistem matematis tersebut memiliki tingkat kompleksitas yang bervariasi dari yang sangat sederhana (bisa dihitung secara manual) sampai dengan yang sangat kompleks yang harus memerlukan bantuan program komputer untuk membuktikan apakah kelipatan 19. Jadi, sistem matematika yang didasarkan bilangan 19 yang melekat pada Al Quran dapat diapresiasi bukan hanya oleh orang yang memiliki kepandaian komputer dan matematika tingkat tinggi, tetapi juga oleh orang yang hanya dapat melakukan penghitungan secara sederhana.

Selain 19 sebagai kode rahasia Al Qur’an itu sendiri, peristiwa ditemukannya bilangan 19 sebagai “miracle” dari Al Qur’an juga dapat dihubungkan dengan bilangan 19 sebagai kehendak Allah. Disebutkan di atas bahwa kode rahasia tersebut ditemukan pada tahun 1393 Hijriah. Al Qur’an diturunkan pertama kali pada 13 tahun sebelum Hijriah (hijrah Nabi). Jadi keajaiban Al Qur’an ini ditemukan 1393+13=1406 tahun (dalam hitungan hijriah) setelah Al Qur’an diturunkan, yang bertepatan dengan tahun 1974 M.

alquran1406.jpg

Surah 74 adalah Surah Al Muddatsir yang berarti orang yang berkemul (Al Quran dan Terjemahnya, Depag) dan juga dapat berarti rahasia yang tesembunyi, yang memang mengandung rahasia Allah mengenai keajaiban Al Qur’an. Dalam Surah 74 ayat 30-36 dinyatakan:

(74:30) Di atasnya adalah 19.

(74:31) Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu (19) melainkan untuk:

- cobaan/ujian/tes bagi orang-orang kafir,

- meyakinkan orang-orang yang diberi Al Kitab (Nasrani dan Yahudi),

- memperkuat (menambah)keyakinan orang yang beriman,

- menghilangkan keragu-raguan pada orang-orang yang diberi Al kitab dan juga orang-orang yang beriman, dan

- menunjukkan mereka yang ada dalam hatinya menyimpan keragu-raguan; dan orang-orang kafir mengatakan: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia. Dan ini tiada lain hanyalah sebuah peringatan bagi manusia.

(74:32) Sungguh, demi bulan.

(74:33) Dan malam ketika berlalu.

(74:34) Dan pagi (subuh) ketika mulai terang.

(74:35) Sesungguhnya ini (bilangan ini) adalah salah satu dari keajaiban yang besar.

(74:36) Sebagai peringatan bagi umat manusia.

Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr. Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian/tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang nasrani dan yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan keajaiban yang besar dari Al Qur’an sesuai ayat 35 di atas, menurut terjemahan Dr. Rashad Khalifa (dan juga terjemahan beberapa penterjemah lain). Jadi pada ayat 35 kata “innahaa” merujuk pada kata “’iddatun” pada ayat 31.

Mengapa 19?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan tentang sistem bilangan. Kita pasti mengenal betul sistem bilangan Romawi yang masih sangat dikenal pada saat ini, seperti I=1, V=5, X=10, L=50, C=100, D=500 dan M=1000. Seperti halnya pada sistem bilangan Romawi, sistem bilangan juga dikenal pada huruf-huruf arab. Bilangan yang ditandai pada setiap huruf dikenal sebagai “nilai numerik (numerical value atau gematrical value)”. Click link ini untuk mengetahui lebih jauh tentang nilai numerik.

Setelah mengetahui nilai dari setiap huruf arab tersebut, kita dapat menjawab mengapa 19 dipakai sebagai kode rahasia Allah dalam Al Qur’an, dan sekaligus dapat digunakan untuk mengungkap keajaiban Al Qur’an. Berikut beberapa hal yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa 19.

* 19 merupakan nilai numerik dari kata “Waahid” dalam bahasa arab yang artinya ‘esa/satu’ (lihat Tabel 2) Tabel 2. Nilai numerik dari kata “waahid”

alquranwahid.jpg

* 19 merupakan bilangan positif pertama dan terakhir (1 dan 9), yang dapat diartikan sebagai Yang Pertama dan Yang Terakhir seperti yang dikatakan Allah, misalnya, pada QS 57 ayat 3 sebagai berikut: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS 57:3). Kata “waahid” dalam Qur’an disebutkan sebanyak 25 kali, dimana 6 diantaranya tidak merujuk pada Allah (seperti salah satu jenis makanan, pintu, dsb). Sisanya 19 kali merujuk pada Allah. Total jumlah dari (nomor surat + jumlah ayat pada masing-masing surat) dimana 19 kata “waahid” yang merujuk pada Allah adalah 361 = 19 x 19. Jadi 19 melambangkan keesaan Allah (Tuhan Yang Esa).

* Pilar agama Islam yang pertama juga dikodekan dengan 19

“La – Ilaha – Illa – Allah”

Nilai-nilai numerik dari setiap huruf arab pada kalimah syahadat di atas adalah dapat ditulis sebagai berikut

“30 1 – 1 30 5 – 1 30 1 – 1 30 30 5”

Jika susunan angka tersebut ditulis menjadi sebuah bilangan, diperoleh = 30113051301130305 = 19 x … atau merupakan bilangan yang mempunyai kelipatan 19. Jadi jelaslah bahwa 19 merujuk kepada keesaan Allah sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah.

Beberapa Contoh Bukti-bukti yang Sangat Sederhana tentang Kode 19

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa desain Al Qur’an yang didasarkan bilangan 19 ini, dapat dibuktikan dari penghitungan yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat komplek. Berikut ini hanya sebagian kecil dari keajaiban Al Quran (sistim 19) yang dapat ditulis dalam artikel singkat ini. Fakta-fakta yang sangat sederhana:

(1) Kalimat Basmalah pada (QS 1:1) terdiri dari 19 huruf arab.

(2) QS 1:1 tersebut diturunkan kepada Muhammad setelah Surat 74 ayat 30 yang artinya “Di atasnya adalah 19”.

(3) Al Qur’an terdiri dari 114 surah, 19×6.

(4) Ayat pertama turun (QS 96:1) terdiri dari 19 huruf.

(5) Surah 96 (Al Alaq) ditempatkan pada 19 terakhir dari 114 surah (dihitung mundur dari surah 114), dan terdiri dari 19 ayat

(6) Surat terakhir yang turun kepada Nabi Muhammad adalah Surah An-Nashr atau Surah 110 yang terdiri dari 3 ayat. Surah terakhir yang turun terdiri dari 19 kata dan ayat pertama terdiri dari 19 huruf.

(7) Kalimat Basmalah berjumlah 114 (19×6). Meskipun pada Surah 9 (At Taubah) tidak ada Basmalah pada permulaan surah sehingga jumlah Basmalah kalau dilihat pada awal surah kelihatan hanya 113, tetapi pada Surah 27 ayat 30 terdapat ekstra Basmalah (dan juga 27+30=57, atau 19 x 3). Dengan demikian jumlah Basmalah tetap 114.

(8) Jika dihitung jumlah surah dari surah At Taubah (QS 9) yang tidak memiliki Basmalah sampai dengan Surah yang memuat 2 Basmalah yaitu S 27, ditemukan 19 surah. Dan total jumlah nomor surah dari Surah 9 sampai Surah 27 diperoleh (9+10+11+…+26+27=342) atau 19×18. Total jumlah ini (342) sama dengan jumlah kata antara dua kalimat basmalah dalam Surat 27.

(9) Berkaitan dengan inisial surah, misalnya ada dua Surah yang diawali dengan inisial “Qaaf” yaitu Surah 42 yang memiliki 53 ayat dan Surah 50 yang terdiri dari 45 ayat. Jumlah huruf “Qaaf” pada masing-masing dua surat tersebut adalah 57 atau 19 x 3. Jika kita tambahkan nomor surah dan jumlah ayatnya diperoleh masing-masing adalah (42+53=95, atau 19 x 5) dan (50+45=95, atau 19 x 5). Selanjutnya initial “Shaad” mengawali tiga surah yang berbeda yaitu Surah 7, 19, dan 38. Total jumlah huruf “Shaad” di ketiga surah tersebut adalah 152, atau 19 x 8. Hal yang sama berlaku untuk inisial yang lain.

(10) Frekuensi munculnya empat kata pada kalimat Basmalah dalam Al Qur’an pada ayat-ayat yang bernomor merupakan kelipatan 19 (lihat Tabel 3)

Tabel 3: Empat kata dalam Basmalah dan frekuensi penyebutan dalam ayat-ayat yang bernomor dalam Al Quran

No. Kata Frekuensi muncul

1 Ism 19

2 Allah 2698 (19×142)

3 Al-Rahman 57 (19×3)

4 Al-Rahiim 114 (19×6)

(11) Ada 14 huruf arab yang berbeda yang membentuk 14 set inisial pada beberapa surah dalam Al Qur’an, dan ada 29 surah yang diawali dengan inisial (seperti Alif-Lam-Mim). Jumlah dari angka-angka tersebut diperoleh 14+14+29=57, atau 19×3.

(12) Antara surah pertama yang berinisial (Surah 2 atau Surah Al Baqarah) dan surah terakhir yang berinisial (Surah 68), terdapat 38 surah yang tidak diawali dengan inisial, 38=19×2.

(13) Al-Faatihah adalah surah pertama dalam Al-Quran, No.1, dan terdiri dri 7 ayat, sebagai surah pembuka (kunci) bagi kita dalam berhubungan dengan Allah dalam shalat. Jika kita tuliskan secara berurutan Nomor surah (No. 1) diikuti dengan nomor setiap ayat dalam surah tersebut, kita dapatkan bilangan: 11234567. Bilangan ini merupakan kelipatan 19. Hal ini menunjukkan bahwa kita membaca Al Faatihah adalah dalam rangka menyembah dan meng-Esakan Allah.

Selanjutnya, jika kita tuliskan sebuah bilangan yang dibentuk dari nomor surah (1) diikuti dengan bilangan-bilangan yang menunjukkan jumlah huruf pada setiap ayat (lihat Tabel 4), diperoleh bilangan : 119171211191843 yang juga merupakan kelipatan 19.

Tabel 4: Jumlah huruf pada setiap ayat dalam Surah Al Faatihah

alquranfatiha1.jpg

(14) Ketika kita membaca Surah Al-Fatihah (dalam bahasa arab), maka bibir atas dan bawah akan saling bersentuhan tepat 19 kali. Kedua bibir kita akan bersentuhan ketika mengucapkan kata yang mengandung huruf “B atau Ba’” dan huruf “M atau Mim”. Ada 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim. Nilai numerik dari 4 huruf Ba’ adalah 4×2=8, dan nilai numerik dari 15 huruf Mim adalah 15×40=600. Total nilai numerik dari 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim adalah 608=19×32 (lihat Tabel 5).

Tabel 5. Kata-kata dalam Surah Al-Fatihah yang mengandunghuruf Ba’ dan Mim beserta nilai numeriknya

alquranfatihah2.jpg

Kejadian Di Alam Semesta yang Terkait dengan Bilangan 19

Beberapa kejadian lain di alam ini dan juga dalam kehidupan kita sehari-hari yang mengacu pada bilangan 19 adalah:

· Telah dibuktikan bahwa bumi, matahari dan bulan berada pada posisi yang relatif sama setiap 19 tahun

· Komet Halley mengunjungi sistim tata surya kita sekali setiap 76 tahun (19×4).

· Fakta bahwa tubuh manusia memiliki 209 tulang atau 19×11.

· Langman’s medical embryology, oleh T. W. Sadler yang merupakan buku teks di sekolah kedokteran di Amerika Serikat diperoleh pernyataan “secara umum lamanya kehamilan penuh adalah 280 hari atau 40 minggu setelah haid terakhir, atau lebih tepatnya 266 hari atau 38 minggu setelah terjadinya pembuahan”. Angka 266 dan 38 kedua-duanya adalah kelipatan dari 19 atau 19×14 dan 19×2.

Lima Pilar Islam (Rukun Islam) dan Sistem 19

Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi sejak Nabi Ibrahim sebagai the founding father of Islam (misalnya lihat QS 2:67, 130-136; QS 5:44, 111; QS 3:52).Pesan utama yang disampaikan oleh seluruh Nabi sejak Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad adalah sama yaitu menyembah Allah yang Esa, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Allah menyempurnakan Islam melalui Nabi Muhammad. Jadi praktek shalat, zakat, puasa dan haji telah dilakukan dan diajarkan oleh Nabi-nabi sejak Nabi Ibrahim. Dari kelima pilar agama Islam, dapat ditunjukkan bahwa semua berkaitan dengan sistim bilangan 19 (kelipatan 19).

· Syahadat

Telah dibahas di atas bahwa pilar pertama agama Islam “Laa Ilaaha Illa Allah” didisain berdasarkan bilangan 19.

· Shalat

Kata “shalawat” yang merupakan bentuk jamak dari kata “shalat“ muncul di Al Qur’an sebanyak 5 kali. Ini menunjukkan bahwa perintah Allah untuk melaksanakan shalat 5 kali sehari dikodekan di Al Qur’an. Selanjutnya jumlah rakaat dalam shalat dikodekan dengan bilangan 19. Jumlah rakaat pada shalat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya masing-masing adalah 2,4,4,3, dan 4 rakaat. Jika jumlah rakaat tersebut disusun menjadi sebuah angka 24434 merupakan bilangan kelipatan 19 atau (24434 = 19×1286). Digit 1286 kalau dijumlahkan akan didapat angka 17 (1+2+8+6) yang merupakan jumlah rakaat shalat dalam sehari. Untuk hari Jum’at jumlah rakaat Shalat adalah 15, karena Shalat Jum’at hanya 2 rakaat. Ini juga dapat dikaitkan dengan bilangan 19 (kelipatan 19). Jika kita buat hari Jum’at sebagai hari terakhir, maka jumlah rakaat shalat mulai hari Sabtu sampai Jum’at dapat ditulis secara berurutan sebagai berikut: 17 17 17 17 17 17 15. Jika urutan bilangan tersebut kita jadikan menjadi satu bilangan 17171717171715, maka bilangan tersebut merupakan bilangan dengan kelipatan 19 atau (19 x 903774587985). Jadi pada intinya shalat itu menyembah Tuhan yang Satu (ingat: 19 adalah total nilai numerik dari kata ‘waahid’). Surah Al-Fatihah yang dibaca dalam setiap rakaat dalam Shalat seperti dibahas sebelumnya juga mengacu pada bilangan 19. Selanjutnya, kata “Shalat’ dalam Al Qur’an disebutkan sebanyak 67 kali. Jika kita jumlahkan nomor surat-surat dan nomor ayat-ayat dimana ke 67 kata “Shalat” disebutkan, diperoleh total 4674 atau 19×246.

· Puasa

Perintah puasa dalam Al Qur’an disebutkan pada ayat-ayat berikut:

- 2:183, 184, 185, 187, 196;

- 4:92; 5:89, 95;

- 33:35, 35; dan

- 58:4.

Total jumlah bilangan tersebut adalah 1387, atau 19×73. Perlu diketahui bahwa QS 33:35 menyebutkan kata puasa dua kali, satu untuk orang laki-laki beriman dan satunya lagi untuk wanita beriman.

· Kewajiban Zakat dan Menunaikan Haji ke Mekkah

Sementara tiga pilar pertama diwajibkan kepada semua orang Islam laki-laki dan perempuan, Zakat dan Haji hanya diwajibkan kepada mereka yang mampu. Hal ini menjelaskan fenomena matematika yang menarik yang berkaitan dengan Zakat dan Haji.

Zakat disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat berikut:

alquransurat-zakat.jpg

Penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 2395. Total jumlah ini jika dibagi dengan 19 diperoleh sisa 1 (bilangan tersebut tidak kelipatan 19).

Haji disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat

- 2:189, 196, 197;

- 9:3; dan

- 22:27.

Total penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 645, dan angka ini tidak kelipatan 19 karena jika angka tersebut dibagi 19 kurang 1.

Kemudian jika dari kata Zakat dan Haji digabungkan diperoleh nilai total 2395+645 = 3040 = 19x160.

Penutup

Secara umum disimpulkan bahwa Al Qur’an didisain secara matematis. Apa yang dibahas di atas hanyalah sebagian kecil dari ribuan bukti tentang desain matematis dari Al Qur’an dan khususnya tentang bilangan dasar 19 sebagai desain Al Qur’an yang dapat disajikan pada tulisan ini. Selain itu, tulisan ini hanya memfokuskan pada contoh-contoh yang sangat sederhana, sementara untuk contoh-contoh yang sangat kompleks tidak disajikan di sini karena mungkin akan sulit dipahami oleh orang yang tidak memiliki latar belakang atau kurang memahami matematika. Bilangan 19 yang juga berarti Allah yang Esa, dan juga berarti tidak ada Tuhan melainkan Dia, dapat dikatakan sebagai “Tanda tangan Allah” di alam semesta ini. Hal ini sesuai dengan salah satu firman Allah yang menyatakan bahwa seluruh alam ini tunduk dan sujud kepada Allah dan mengakui keesaan Allah. Hanya orang-orang kafir lah yang tidak mau sujud dan mengakui keesaan Allah. Allah dalam menciptakan Al Qur’an dan alam semesta ini telah melakukan perhirtungan secara detail, seperti firman Allah yang berbunyi: dan Allah menghitung segala sesuatunya satu per satu (secara detail)” (QS 72:28). Jumlahkan angka-angka pada nomor surah dan ayat tersebut !!!!!! Anda memperoleh angka 19 (7+2+2+8=19). Dari uraian di atas khususnya mengenai lima pilar Islam diperoleh kesimpulan yang sangat tegas bahwa pemeluk Islam adalah orang-orang yang pasrah dan tunduk menyembah dan mengakui keesaan Allah seperti yang ditunjukkan bahwa kelima pilar Islam tersebut berkaitan dengan sistim bilangan 19 (nilai numerik dari kata “waahid” atau Esa). Hal ini juga sesuai dengan Islam sendiri yang yang secara harfiah dapat berarti pasrah/tunduk. Hal lain yang dapat diambil sebagai pelajaran dari sistim bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an adalah terpecahkannya “unsolved problem” mengenai perdebatan di antara para ulama terhadap status “Basmalah” pada Surah Al-Faatihah apakah termasuk salah satu ayat dalam surah tersebut atau tidak. Dengan ditemukannya bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an, bukti-bukti matematis pada tulisan ini telah membuktikan bahwa lafal “Basmalah” termasuk dalam salah satu ayat Surah Al-Fatihah. Sebagai penutup, semoga tulisan ini dapat menambah keimanan bagi orang-orang yang beriman, menjadi tes/ujian bagi mereka yang belum beriman, dan menghilangkan keragu-raguan bagi mereka yang hatinya dihinggapi keragu-raguan akan kebenaran Al Qur’an. Allah akan membiarkan sesat orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya (QS 74:31).

Catatan:

Untuk memverifikasi “keajaiban matematis” dari Al Qur’an anda perlu menggunakan Al Qur’an yang dicetak menurut versi cetak Arab Saudi atau Timur Tengah pada umumnya. Mengapa? Hasil penelitian yang saya lakukan, terdapat banyak perbedaan antara Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya dan Qur’an versi cetak Arab Saudi (kebetulan saya memegang Qur’an versi cetak Arab Saudi), meskipun perbedaan tersebut tidak berpengaruh pada makna/arti. Perbedaan tersebut hanya pada cara menuliskan beberapa kata. Meskipun demikian, jika mengacu pada “Keajaiban Matematis” dari Al Qur’an, Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya (yang disusun oleh orang Indonesia) menyalahi aturan yang aslinya sehingga keajaiban matematis tidak muncul. Saya hanya memberikan 2 contoh kata saja dari sekian kata yang berbeda penulisannya yaitu kata “shirootho” dan “insaana”. Menurut versi cetak Arab Saudi, tidak ada huruf “ALIF” antara huruf “RO’” dan “THO” pada kata “SHIROOTHO” (lihat di Surat Al Fatihah) dan antara huruf “SIN” dan “NUN”pada kata “INSAANA”, tetapi menurut versi cetak Indonesia pada umumnya terdapat huruf ALIF pada kedua kata tersebut. Pada versi cetak Arab Saudi, untuk menunjukkan bacaan panjang pada bunyi ROO dan SAA pada kata SHIROOTHO dan INSAANA, digunakan tanda “fathah tegak”. Saya paham, maksud orang menambahkan ALIF pada kedua kata tersebut agar lebih memudahkan bagi pembacanya, tetapi ternyata menyimpang dari aslinya. Maka dari itu anda menemukan jumlah huruf yang lebih banyak pada Surat Al Fatihah ayat 6 dan 7 dari yang saya tuliskan. Sebagai tambahan, salah satu ciri Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya adalah Surat Al Fatihah terletak pada HALAMAN 2, sementara versi cetak Arab Saudi, Fatihah berada pada HALAMAN 1.
Mengenai jumlah kata, kata harus didefinisikan sebagai susunan dari beberapa huruf (dua hrurf atau lebih), sehingga anda harus memperlakukan “WA atau WAU” sebagai huruf meskipun bisa diartikan dengan kata “DAN” dalam bahasa Indonesia. Perlakuan “WA” (misalnya pada kata “WATAWAA”) sebenarnya bisa disamakan dengan “BI” (pada kata BISMI), karena kebetulan BI bisa gandeng dengan kata berikutnya, sementara WA tidak bisa ditulis gandeng dengan kata yang mengikutinya. Jadi jangan hitung “WA” sebagai kata, tetapi sebagai huruf.

Daftar dacaan:

1. Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya.

2. Suwaidan, S., Numeric Miracles In the Holy Qur’an, http://www.islamicity.org

3. Berbagai sumber di http://www.submission.org dan website terkait

Untuk lebih lengkap kunjungi web : http://alisaid.wordpress.com/2007/10/26/al-qur’an-sebuah-keajaiban-bersifat-matematis/

MANAJEMEN TAWAZUN DALAM BERIBADAH BAGI SEORANG MUSLIM

Cita-cita dan idaman setiap muslim yang komitmen terhadap Islam adalah mampu melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya, berzikir secara terus-menerus, mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai jenis ibadah jasmaniyah agar memperoleh kebahagiaan, keberuntungan, dan derajat tinggi di akhirat.

Faktor yang membuatnya termotivasi dan terpacu untuk melakukan ibadah itu adalah pengetahuannya tentang sejarah dan kuantitas serta kualitas ibadah para salafus shalih.

Jika seorang muslim mendengar dan membaca kisah-kisah teladan para salafus shalih, niscaya akan tersentuh hatinya untuk meniru mereka dalam beribadah. Namun, kini realitas sehari-hari bertentangan dengan niat untuk beribadah, karena kita begitu sibuk dengan pekerjaan dari pagi hingga sore hari, bahkan tak jarang sampai malam hari. Itupun dilakukan untuk satu jenis pekerjaan saja. Bagaimana jika seseorang bekerja dua kali dalam sehari.

Pertanyaan yang muncul, apa yang bisa kita perbuat jika kesibukan seperti di atas? Bisakah kita menyamai derajat para salafus shalih?


Sisi-sisi Keseimbangan Dalam Beribadah


Apa yang bisa kita lakukan untuk dapat menyeimbangkan antara pelaksanaan ibadah yang bersifat pribadi dan ibadah lain yang sama nilai tuntutan pelaksanannya seperti berdakwah, studi, mengajarkan ilmu, bersilaturrahmi, dll?

Saya mencoba untuk memberikan beberapa alternatif yang Insya Allah dapat membantu jawaban atas pertanyaan di atas.

1. Memprioritaskan pelaksanaan ibadah fardhu

Bagi setiap muslim, wajib hukumnya menunaikan ibadah fardhunya secara maksimal dan sempurna. Tidak boleh baginya meninggalkan ibadah fardhu, kecuali jika ada udzur syar'i. Kemudian, ia hendaknya menambah ibadah-ibadah tesebut dengan ibadah sunah sesuai dengan peluang dan kemampuan yang ia miliki.

2. Menunaikan ibadah sunah merupakan kewajiban bagi pencari derajat tinggi

Bagi seorang muslim yang mencari derajat tinggi haruslah melaksanakan ibadah sunah sesuai dengan tingkat kemampuannya. karena, banyak alasan seperti berdakwah, menuntut ikmu, dan lainnya bisa dikemukakan sehingga ia tidak punya kesempatan untuk melaksanakan ibadah sunah. Fudhail bin bin Iyadh ra pernah berkata,"Jika engkau tidak mampu melakukan qiyamullail dan puasa sunah, maka ketahuilah dirimu diharamkan darinya, disebabkan karena dosa-dosa yang menempel pada dirimu."

3. Keinginan yang kuat

Keinginan yang kuat adalah persyaratan utama bagi seorang muslim agar mampu melaksanakan ibadah sunah. Sebuah contoh tentang hal ini ditubjukan oleh sosok Abu Muslim Al-Khaulany, seorang pemimpin para tabi'in. Jika ia mulai merasa malas,enggan dan lemah dalam menunaikan ibadah, ia memukuli dan mencambuki dirinya sekali atau dua kali.

Sifat malas, lemah, dan mencari-cari alasan akan menjauhkan kita dari Allah dalam melaksanakan ibadah sunah.

4. Tidak pilih-pilih dalam beribadah

Dalam melaksanakan ibadah sunah, hendaknya kita tidak terbatas pada ibadah yang besifat badaniyah dan pribadi. Namun, hendaklah kita melengkapinya dengan jenis ibadah yang bermanfaat bagi umum, seperti berdakwah, beramar ma'ruf nahi munkar, bersilaturahmi, mengajarkan ilmu, dan lain-lain. Hal tersebut penting, sebab bisa bermanfaat secara luasdi masyarakat, sementara ibadah badaniyah terbatas pada individunya. (Muh. Tahir)